Puisi Hardho Sayoko
Sebab tirai keluh menggasi tak berkesudahan
indahnya harap jelma bara ditiup bisik dari seberang
bagai bau padang rumput membius kuda dalam di kandang
karena tak harap dari rahim berlanjut terwarisi airmata
mengais kepedihan kendati puluhan tahun banggakan negara
kecuali barah tak pernah tahu kapan bulan turun dari cakrawala
; memilih melarung rindu dan cinta di gugus kabut tanpa daya
namun tetap menjadi pembayar bilangan pajak paling setia
Tak pupus sunyi kecuali saat cengkerama
tak semi harap kecuali jika resah telah sirna
hari-hari adalah mata uang asing di deret angka
hari-hari lintasan waktu hilang di kembara
nasib berteka-teki di ujung kail para penjaja
tanpa khabar kecuali kesiur angin tanpa sapa
Siapa menampi keluh tak berkesudahan
gemerlap harap tak pernah luruh terbawa awan seberang
menghapus pahitnya gapai lewat berjuta mimpi dan angan-angan
duh ternyata berjuta khayal tak pernah kesampaian
siang bergerimis sang pejalan kembali dari menjala getirnya impian
dijemput para perindu termenung usai menatap paket keranda
; jika dulu tak terpedaya buai pasti tak ada doa penguburan
tak ada duka menggunung tak ada sunyi sejak keberangkatan
Kedunggalar, 2008 - 2 September 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar