Jumat, 22 Juli 2011

PEREMPUAN KANGEN

Puisi Hardho Sayoko

Selaksa gapai beribu rindu berlayar di sungai
merayap sela-sela lumut di permukaan cadas
meski rerumput tak sambut karena lelah menari di tepian
lengkung senja luruhkan gemuruh angin musim gugur   
meski tak bisik tetapi selalu terbaca di setiap baitnya
padahal sunyi tak selamanya harus diterjemahkan elegi
bukankah penyair berkonde selalu asyik memetik dawai
memilih liur bianglala ketimbang bersajak dengan airmata
mengapa bersimpuh jika rembulan masih sahabat cakrawala


lewat berbagai isyarat selalu terjumput barah dan luka
pucuk ilalang sangsai saat burung menyanyi di ranting cemara
angan-angan dan masa lalu siapa dapat menyatukan keduanya
jika enggan berdesah jangan mencoba gasi bayang-bayang

Nyerinya gapai sembabnya rindu terbawa desir air sungai
merayap di sela-sela lumut di permukaan batu
sangsai merayap ke muara ketidak pastian
diiringi desau angin tak pernah lelah kibaskan kelu
bukit-bukit di kejauhan memeta awan
selalu gagal luruhkan anak-anak hujan
tak peduli lereng-lereng hangus kehausan
penyair gondang dengan tasbih labuhkan rinduNya
kau tangisi rembulan di celah bukit tak ada komanya

Kedunggalar,5 Desember 2008-4 September 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar