Puisi Hardho Sayoko
Memetik kuntum harap dari ranting mimpi
menabur butir gelisah sepanjang gapai
tak peduli matahari lelah mengejar anak kabut
jika rindu senantiasa pagut lintasan musim
kilau embun pun diterjemahkan bisik puisi
padahal nasib bermain di papan catur
mengapa hari-hari terhias lengkung pelangi
Sendiri tak lekang bercermin bayang
riak permukaan berlaksa kilau cahaya menari
tak bosan sepi mengeja awan di rintik gerimis
telunjuk terlingkar rindu tak pasti
di luar sumbu jemari badai mengintai
Tak sesal jika kemarin telah memilih
perjalanan sejatinya cuma susunan kancing baju
jengkal demi jengkal terus merayap kelilingi bumi
maka jangan coba alihkan bidikan busur
; belum terlambat jika lusa ingin memutar jentera lagi
bukankah sebelum detak jeda semua bisa saja terjadi
karena hanya angin paham kesiurnya sendiri
Sengkurong, 20 Juli 2010-Kedunggalar, 29 Agustus 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar