Puisi Hardho Sayoko
Angin selalu mengajuk padang ilalang
ajarkan sangsai dan menepis genggaman
tak jengah padahal pohon menuding awan
walau musim tak henti melintas diam-diam
sudah tak terhitung daun demaun ranggas
kepompong bertapa sepanjang kemarau
; engkau pasung bayang dalam keteguhan
Awan luruhkan gerimis lumpur becek tak bertepi
humus sembab tetumbuhan bersemi kehijauan
bianglala tergerai bidadari menari di pinggir telaga
Engkau menatap kerikil berserak dalam berai
di ujung pematang sawah usai musim tanam padi
jika rindu aroma surga jadi nyanyian para pendamba
maka kelopak mata harus kendalikan segala kemilau
sebab kekasih telah mengikat hatimu dalam kepastian
maka kerling nakal milik seorang lelaki selalu tercampak
meski terpoles mimpi dalam desah cumbu penuh godaan
Karena lengkung malam tak lelah memangku bintang
engkau tak pernah cemas jika putaran waktu tak akan janjikan
tak ada keajaban turun dari langit bagai dongeng zaman bahari
sebab bumi menurutmu tak pernah bergeser dari porosnya
Rekah bibirmu senyum indah terpeta
jika matamu jelma sepasang kejora
engkau bahtera ngembang layar hingga gapai dermaga
bukit hanya gegunduk di busur cakrawala kejauhan
kabut bagai iringan laskar berangkat ke medan perang
raut wajahmu tak cukup tamsil bila amsal habis dibisikkan
; jika semu adanya mengapa harus luluh dalam dekapan
Kedunggalar, 3 Oktober 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar