Puisi Hardho Sayoko
Jika kuketuk gerbangmu lantaran terbius pasung aroma berahi
maka bukan hanya siku ruas jemari tapi lumpuhkan juga gejolak harapku
ketimbang gelorakan dahaga tak pernah pupus sebelum menyeterumu
jika merasa lebih perkasa dari helai rumpun ilalang di bentang padangmu
punahkan segala muasal gerak asal ku tetap dekat dengan kesiur rindumu
menjadi pecahan zarah yang sangsai melayang di pusar amuk prahara pun
lebih bermakna ketimbang lambungkan berlaksa hendak yang memanggang
dan tersaruk dalam kabut keinginan mendaki puncak ketidak kepuasanku
Bukankah kekasihmu yang siulnya mampu gemuruhkan samudera
condongkan gunung hentikan putaran bumi dan hanguskan nilakandi
tak lelah tembangkan rindu hanya karena ingin menyampaikan janjimu
mengalir sejak yang fana tercipta senantiasa mengikis lelumut kelu
biar sebelum lebur sempat jadi replika firdaus bagi seluruh perindumu
yang setiap jengkalnya jadi bekal jika engkau memanggil setiap waktu
maka jika sejuta kata yang kau pinjamkan dari sepersekian laksa bisikmu
membuat keluh ini lebih gempita dibanding suara petir menjelang hujan
sentak tangkai kata dari jantung biar pekikku tak semerdu lenguh kerbau
sungguh aku yang meraup dengan segala gemuruh angan terbalut debu
teramat lata jika lupakan sejuknya cinta yang senantiasa kau tabur padaku
Jika karena perangkap kobaran amarah kugapai lembutnya jemari kasihmu
bakarlah ruh jahanam yang bersemayam ini namun jangan dengan kebencianmu
ketimbang harus meniru kepatuhan seorang budak yang terpasung kebebasannya
jika kedirianku merasa melebihi kukuhnya sebatang sirih di batang pohon randu
punahkan segala kekuatan jika kelemahan membuatku menyatu dengan kasihmu
tak peduli harus menjelma jadi tetes anak embun yang hilang di pori-pori batu
dari pada harus jadi penadah yang ingin terus menerus menjarah segala milikmu
biarkan daku jadi selembar daun jati yang dimakan ulat ketika musim kemarau
Kedunggalar, 31 Januari 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar