Jumat, 22 Juli 2011

DARI KISI DONGENG

Puisi Hardho Sayoko


Kendati pertanda di kubur telah hilang dan prasasti yang tertinggal kian samar
namun jejaknya memulas langit segala penjuru dan membius anak-anak naga
dalam berbagai catatan berlaksa aneka pengetahuan yang teramat berharga 
di antaranya betapa sebenarnya para leluhur telah mendisain tempat menanak nasi
peralatan terbang di langit dan alat selam ke dasar laut paling sempurna
sayangnya bukan Nurtanio tapi Wright bersaudara dari benua Amerika 
mendahului terbang bagai burung rajawali ketika menyibak awan di cakrawala 

yang lebih awal memproduksi dandang Dewi Nawangwulan malah orang Korea
setiap minggu berpuluh kontainer dijual pada keturunannya yang teramat bebal
semoga tayangan sinetron dan infotaimen serta berita yang memusingkan kepala 
tidak jadi kambing hitam jika para insinyur perkapalan di seantero negeri 
baru bisa mereparasi kapal selam yang rusak karena aus dimakan zaman

Jika kesetiaan harus kekal dan akal biar tidak dungu juga harus dipertajam
seharusnya yang telunjuknya masih laku meneladani dengan sifat ksatria
bukan malah menggantung perisai setelah membaca pantun yang mengejar rima 
bukankah yang dikenang para anak cucu selamanya adalah jejak pahlawan
nyatanya banyak yang tak malu berebut mahkota dengan berbagai tipu daya
tak peduli bakal jadi muara sumpah serapah yang terekam di lembar sejarah
karena mengejar angin musim mumpung keberuntungan masih beserta 

Sebenarnya leluhur telah isyaratkan sebelum segalanya berbentuk gatra 
dan memperagakan dengan berbagai kesaktian lewat berbagai legenda
tapi karena anak cucu yang lahir cuma terwarisi bayang-bayang jubahnya
bukan berusaha menterjemahkan warisan para leluhur yang masih tersisa 
apalagi mandi keringat kecuali berebut sisa hidangan dalam hingarnya pesta
namun lantang berteriak setelah orang lain mengaku peninggalan moyangnya
apalagi bertarung dengan yang dengan pecahan zarah mampu melebur dunia 
maka meski mengklaim keturunan dewa tapi nyatanya sering tersipu 
menghadapi bangsa seberang yang moyangnya bukan Raden Gatutkaca

Kedunggalar, 2008

Tidak ada komentar:

Posting Komentar