Puisi Hardho Sayoko
Dahulu sebelum mengejar mimpi di tanah kembara
seorang nenek dengan gigi berlapis emas di mulutnya
ingatkan kemenakan berkawat gigi sebab tonggosnya
tinggal bersebelahan dengan teman arisan ibunda
piawai mendongeng dan tembangkan lagu-lagu Jawa
kerlingnya magnit senyumnya menebar pesona
selalu pantulkan kilau tiap menuturkan riwayatnya
ketika memerankan Srikandi atau bermain jadi Eng Tay
derai tawanya genit seperti gadis muda mabuk cinta
sering bersama ibunda kunikmati masa lampaunya
setiap mengantar daun sirih serta makan malamnya
sisa kejelitaan masih membekas pada sosok keriputnya
konon karena susuk serta amalan mantra asmara
“ Bocah Bagus, simbah putri dulu suka menari saat muda”
jelang lebaran saat mencoba kebaya baru pemberian ibunda
setiap usai menari serimpi banyak lelaki menyodorkan mimpinya
lurah, pedagang ternak dan tauke serta lelaki gagah asal Eropa
entah harta siapa berpindah tangan karena memperebutkannya
setelah jemu menari dan alunkan kidung mengiringi peminum tuak
berlimpah hartanya dari para lelaki pemuja karena terbius senyumnya
ketika masih sering diundang dalam berbagai perhelatan orang kaya
lalu tinggal di rumah besar penuh perabotan setelah jadi istri muda
namun di masa tua sawah ladangnya habis terjual karena tak biasa bekerja
hanya tinggal giginya bagai biji ketimun terbalut emas dari sisa hartanya
menumpang pada kerabat jauh setelah lelah berkelana di kota
Kini setelah kembali dari tanah kembara
tak kutemukan lagi nenek bergigi emas di mulutnya
menjemput senja sambil memainkan tembakau gulung di bibirnya
adanya hanya seorang perempuan tua dibalai-balai sudut beranda
selalu menunduk setiap berbincang dengan tamu-tamunya
dalam kesendirian bibirnya bergetar tak jemu menyeru namaNya
tawanya santun tersulam keikhlasan dalam setiap ucapan lembutnya
kini dengan anakku sering kunikmati indahnya kata dan nasihatnya
mulutnya tetap indah meski tak terhias lapisan emas lagi giginya
“ Ayahnya Asti, milik simbah telah diberikan pada anak yatim dan janda
juga buat beli pasir dan batu bata untuk membantu membangun rumahNya
ia menjawab saat kutanya di mana deretan emas di mulutnya
sebelum kelu usai menatap airmata mengaliri permukaan pipinya
Kedunggalar, 4 April 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar