Jumat, 22 Juli 2011

EMPAT PUISI HARDHO

SILHUET

Bagai kuda hitam bersurai putih
sepanjang hari tak pernah alpa
menghela pedati penuh beban sarat
demi kehidupan tuannya

mengalir hari-hari bersama waktu mimpi dan angan menguap di angkasa
punggung rapuh kian terbungkuk didera resah sepanjang kembaraannya

Ingin pergi, rumput dan ilalang telah lama menyeturuinya
bertahan terus dipadang batu, Keajaiban sekali pun tak pernah mengulurkan
tangannya lewat nyala dian lepas senja

Jakarta, 1983


SAJAK KEPADA PRAASTI YANG GERAIKAN PELANGI DI JANTUNGKU

Praasti
Aku pelaut tegar yang kemarin lempar sauh di pelabuhanmu
ketika senja turun di kaki langit dan gelombang berbadai
tawarkan tualang baru

Telah berulang kali pinisiku yang kukuh jelajahi laut asing tanpa nama
telah berulang kali aku ngembara di benua kelu dengan tangan genggam pataka
daki bukit-bukit terjal dan berpacu di padang-padang tandus memanja luka

Aku telah putuskan istirah dan kusutkan temali layar di sini
dan ucapkan selamat tinggal pada langkah-langkah terayun percuma
aku tak rindu pada lumut-lumut berkilau di permukaan batu tepian segara
aku ingin memahat tebing hatimu dengan kudusnya cinta dan merdunya bait puisi
aku telah letakkan busur dan bertekad bersamamu meniti manisnya lintasan hari

Jakarta 1984


JEMBATAN LINTAS L

Pilar-pilar baja di dalam balutan beton perkasa
di teror debu-debu dari vagina bumi yang luka
saksi peradaban bisu di negeri warisan para dewa

Jakarta, September 1983

HUTAN KARET

Pohon-pohon tegak di kaki bukit
berbaris seperti donor sukarela
hidup hanya sekali di bumi namun sepanjang umur
rela ditoreh tubuhnya setelah si penanam yang cerdik
taburkan sejumput pupuk saat masa pertumbuhannya

September 1983
Di muat di  majalah Gadis no 8 yang terbit 19 Maret 1984

Tidak ada komentar:

Posting Komentar